FH
JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyayangkan keputusan Menkumham,Yasona Laoly yang mengeluarkan surat keputusan dengan mengakui kepengurusan Partai Golkar Munas Ancol pimpinan Agung Laksono, sebagai kepengurusan Golkar yang sah. Keputusan itu jelas merupakan bentuk intervensi politik pemerintah atas permasalahan internal partai Golkar, yang juga terjadi pada PPP.
 
"Padahal Presiden Jokowi dan Koalisi Merah Putih (KMP) sebelumnya sudah membangun untuk saling pengertian untuk tidak saling mengganggu dan mengintervensi politik partai masing-masing. Tapi sayangnya pemerintahan saat ini tidak berpegang pada komitmennya untuk melaksanakan itu dengan sikap Menkumham yang mengeluarkan keputusan politik persoalan internal Golkar dan PPP," tegas Fahri Hamzah pada wartawan di Jakarta, Rabu (11/3).
 
Dengan komitmen dengan KMP tersebut kata Wasekjen DPP PKS itu, kemudian KMP mendukung langkah dan kebijakan Presiden Jokowi selama ini. Seperti pembahasan APBNP 2015 di DPR yang tidak ada kesulitan dan diselesaikan hanya dalam waktu dua hari. "Kita juga tidak melakukan langkah-langkah yang mempersulit pemerintah misalnya dalam urusan kenaikan harga BBM dan isu-isu lainnya. Kita sepakat untuk saling membantu," ujarnya.
 
Karena itu Fahri menyindir Jokowi yang menetapkan semboyan 70 tahun Indonesia Merdeka "Ayo Kerja" untuk benar-benar bekerja, bukan malah ngerjain partai orang lain."Ini bukan ayo bekerja, tapi ngerjain namanya," tambahnya.
 
Menurut Fahri, seharusnya Yasona belajar dari kasus PPP di mana  keputusannya menetapkan PPP kubu Romy itu dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) . "Anehnya keputusan PTUN yang menegaskan kemenangan PPP Djan Faridz, malah tidak juga dikeluarkan suratnya oleh Yasona Laoly. Sementara untuk kasus Golkar, keputusaan pengadilannya belum ada malah suratnya (SK)-nya sudah dikeluarkan.Apa ini bukan bentuk intervensi politik?" ungkapnya kecewa.
 
Untuk itu dia mengingatkan Presiden Jokowi untuk  melakukan evaluasi terhadap Menkumham Yasona itu. Sebab, kalau langkah pembantunya yang salah dibiarkan maka politik saling "ngerjain" akan terus terjadi dan akan membuat proses pembangunan akan terganggu. "Kalau langkah Yasonna itu terus dibiarkan, maka keseluruhan proses pembangunan bisa terganggu dan kita tentunya tidak menginginkan hal itu terjadi. Bahwa apa yang dilakukan Menkumham akan membuat munculnya kembali polarisasi politik yang selama ini sudah mulai hilang," tutur Fahri lagi.
 
Dengan demikian, Presiden Jokowi sebagai eksekutor pembangunan di mana jika pembangunan tidak berjalan, maka para politisi DPR tidak dirugikan, melainkan pemerintah sendiri. "Jadi saya minta perhatian Presiden Jokowi. Saya tidak tahu siapa yang menyuruh Yasonna melakukan hal itu dan itu jelas mengganggu pemerintahan. Maka, tolong kembalikan pada suasana yang kondusif. Dan perang politik nanti dimulai laga pada 2018. Saya khawatir Jokowi tidak tahu hal ini. Lalu siapa yang menjadikan Menkumham itu ngawur?" katanya mempertanyakan.
 
Presiden kata Fahri, sebagai penanggungjawab harus menjaga dan tidak merusak suasana yang sudah baik sekarang ini. “Saya ingatkan pesan politik Ketum PDIP,Megawati untuk tidak saling intervensi. Ingat pesan politik Ibu Mega itu, bahwa cukup PDIP saja di era Orde Baru yang menjadi korban intervensi kekuasaan, dan kini ketika PDIP menjadi penguasa sama sekali tidak boleh melakukan intervensia dan campur tangan politik orang lain," pungkasnya.(mnb/abu ghozy)
 
sumber : sorotnews.com

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *