anggota-komisi-iii-dpr-dari-fpks-aboe-bakar-al-habsyi
Anggota Komisi III DPR dari FPKS Aboe Bakar Al Habsyi
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berjanji akan mengawal proses hukum kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama. Komisi III telah membuat jadwal untuk melakukan pemanggilan terhadap Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membahas proses hukum tersebut.

“Kami akan mengawasi dengan ketat dan sungguh-sungguh. Kami ingin penegakan hukum secara tegas, cepat dan adil dalam kasus ini segera diselesaikan," kata Anggota Komisi III DPR Soemandjaja, Ahad (6/11/2016).

Polri berjanji akan gerak cepat dan transparan dalam menangani kasus ini. Pada prosesnya, Kapolri juga menyatakan akan melakukan gelar perkara secara terbuka dan disiarkan secara langsung.

Akan tetapi, komisi III tetap merasa perlu untuk melakukan pengawalan terhadap kasus tersebut. Pemanggilan Kapolri oleh komisi III juga bertujuan untuk memastikan bahwa proses hukum yang berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Untuk memastikan, tentu kami akan panggil Kapolri. Yang pasti, kami tetap koordinasi dan pantau proses hukumnya," ujar politisi PKS ini.

Komisi III menjelaskan bahwa pengawalan kasus ini dirasa cukup penting, mengingat desakan publik pada aksi 4 November yang cukup besar. Ratusan ribu Umat Islam turun kejalan dan menuntut agar kasus ini segera diproses secara hukum.

Anggota Komisi III DPR dari FPKS lainnya, Aboe Bakar Al Habsyi menilai komunikasi politik Presiden Jokowi dengan kelompok Islam yang menuntut penegakan hukum kepada Ahok kurang berjalan dengan baik.

“Sepertinya pola komunikasi Presiden dengan umat Islam perlu diperbaiki, bila tidak masyarakat akan menilai telah diberlakukan dengan diskriminatif. Dia bisa ditinggalkan pemilihnya," kata dia.

Aboe Bakar juga menjelaskan beberapa cara komunikasi Presiden Jokowi kepada masyarakat yang dinilai kurang tepat. Pertama, ketika Umat Islam melakukan protes penegakan hukum terhadap Basuki Thahaja Purnama alias Ahok yang dianggap telah menistakan agama. Saat itu, Presiden Jokowi membalas protes masyarakat tersebut dengan mengeluarkan pernyataan agar rakyat tidak memaksakan kehendak.

“Padahal masyarakat sebelumnya tidak memaksakan kehendak, mereka hanya menuntut Ahok diproses sebagaimana warga yang lain," ujar dia.

Contoh kedua yang disampaikan oleh Aboe adalah ketika Presiden Jokowi enggan menemui perwakilan pengunjuk rasa pada tanggal 4 November di depan Istana. Aksi yang berjalan dengan damai dan dilakukan dibeberapa wilayah di Indonesia ini tidak disambut positif oleh Presiden Jokowi.

Selain itu, Presiden juga pernah menerima kunjungan dan makan siang bersama dari perwakilan pengemudi ojek, para pekerja seni, hingga perwakilan kelompok relawannya. Sehingga, Aboe mengira Presiden terbiasa menerima tamu dari semua kalangan ke Istana.

“Namun, saya jadi ragu kenapa ketika 4 November, ketika ada perwakilan dari Umat Islam yang hendak menyampaikan aspirasinya Presiden kok tidak di Istana?” tanyanya.

Aboe juga menjelaskan bahwa komunikasi yang tidak baik semakin tampak saat Presiden Jokowi menyatakan bahwa aksi demo 4 November ditunggangi oleh kepentingan politik. Padahal yang disampaikan oleh para pendemo saat itu hanya melakukan dukungan agar kasus hukum Ahok segera ditegakan.

“Saya sarankan supaya Presiden lebih sensitif. Agar jangan sampai umat Islam yang merupakan warga mayoritas dan pemilih terbesar di Indonesia malah diperlakukan tidak adil," pungkasnya.

 

Sumber: Harian Cetak Rakyat Merdeka 7 November 2016

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *