abu

JAKARTA – Penundaan eksekusi mati para bandar Narkoba termasuk dua Anggota  Bali Nine menunjukkan lemahnya kekuatan diplomasi Indonesia.

"Bisa jadi ini merupakan indikasi Indonesia dalam preasure Australia yang dalam beberapa waktu terakhir berlangsung secara masif," ujar Anggota Komisi III DPR, Minggu (8/3/2015).

Lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera ini, apabila alasan yang disampaikan adalah masih adanya proses hukum yang diajukan oleh para terpidana mati, ini menunjukkan bahwa jaksa agung kurang cermat dalam melakukan proses finalisasi administrasi dari para terpidana.

"Seharusnya, daftar nama yang masuk dalam rencana eksekusi adalah para napi yang sudah memiliki kekuatan hukum mengikat atau incrach. Jika proses hukum masih diajukan oleh seorang napi, seharusnya mereka tidak dimasukkan dalam rencana eksekusi,"tandasnya.

Pria yang akrab disapa Habib ini, penundaan eksekusi mati seperti ini akan membawa dampak buruk pada pemberian efek jera.
Kata Habib, para pengedar tidak akan takut lagi dengan ancaman hukuman mati, karena semua masih bisa ditunda-tunda.  Sedangkan dampak narkoba terus berjalan, setiap harinya sekitar 50 orang  mati karenanya.

"Menunda eksekusi mati mereka sehari, sama saja kita mentolelir kematian 50 orang yang terpapar dampak narkoba," tegasnya.

"Belajar dari kasus Mustofa ataupun freddy budiman yang setelah divonis mati masih juga bermain dengan narkoba. Menunjukkan perlunya untuk segera melakukan eksekusi agar mereka tidak bertransaksi lagi,"pungkasnya. (sorotnews.com)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *